Strategi Adaptasi Masyarakat Lokal Untuk Tata Kelola Sumber Daya Hutan Berkelanjutan

Rita, Rahmawati and Dudung, Darusman and Denny, Hermawan Strategi Adaptasi Masyarakat Lokal Untuk Tata Kelola Sumber Daya Hutan Berkelanjutan. Buku Referensi. ISSN ISBN: 978-602-74294-1-3

[img] Text
(1) RITA 4.1.pdf

Download (1MB)
[img] Text
(1) TURNITIN RITA 4.1.pdf

Download (17MB)

Abstract

SUMBERDAYA HUTAN keberadaannya masih menjadi sorotan public mengingat hutan memiliki banyak manfaat bagi banyak pihak, terutama negara sebagai sumber modal pembangunan. Bagi Negara, hutan dipandang sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat bagi kehidupan dan penghidupan bangsa, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi. Melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8), yang selanjutnya diperbaharui dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Indonesia mengatur mengenai pengurusan hutan, dimana undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa pengurusan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat. Pengurusan hutan tersebut dilaksanakan melalui berbagai bentuk kegiatan, yang mencakup: perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan, dan pengawasan. Selanjutnya berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Negara mengeluarkan kebijakan untuk tata kelola hutan, baik untuk pemeliharaan maupun untuk pemanfaatan hutan. Dalam prakteknya, adakalanya terjadi overlaping tata aturan kelembagaan yang ada dalam pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya konflik. Beberapa kasus di Indonesia menunjukkan bahwa konflik yang terjadi di hutan melibatkan persoalan overlapingnya tata aturan kelembagaan yang ada dalam pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan hutan, antara lain: keberadaan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (yang sekarang sudah diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004) membuat pengelolaan sektor kehutanan menjadi semakin tidak jelas; sebuah keputusan presiden/Keppres (Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional) menetapkan bahwa urusan menyangkut penguasaan dan kepemilikan atas tanah berada di bawah kewenangan pemerintah pusat sementara UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan otonomi kepada kabupaten untuk membuat keputusan menyangkut urusan-urusan pertanahan, termasuk penyelesaian konflik (lihat Sembiring, 2002). Selain overlaping tata aturan kelembagaan, juga adanya overlaping tata kelola hutan menurut kelembagaan lokal dan kelembagaan negara. Karena pada saat negara (pemerintah) mengeluarkan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan hutan, akan berhadapan dengan dilema dimana hutan juga menjadi sumber mata pencaharian masyarakat lokal (lihat Rahmawati, 2013). Banyak masyarakat adat yang menggantungkan hidupnya pada hutan dengan konsep tata kelola hutan menurut kelembagaan lokal, salah satu contohnya masyarakat yang bergantung pada hutan di pedalaman kalimantan secara kolektif disebut sebagai orang-orang Dayak (lihat Mackinnon, Hatta, Halim, & Mangahik, 1997; Wadley, Pierce Colfer, & Hood, 1997). Keberadaan kelembagaan lain selain kelembagaan negara yang mengatur tata kelola sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya konflik dalam penata kelolaan hutan. Dalam posisi seperti itu, kelembagaan masyarakat lokal selalu menjadi pihak yang ternegasikan. Sekalipun demikian, kelembagaan lokal dengan pengetahuan lokalnya tentang tata kelola hutan masih tetap bertahan. Contohnya Masyarakat Kasepuhan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Jawa Barat dan Banten dan Masyarakat Dayak Iban Sungai Utik di Kalimantan Barat (lihat Rahmawati, 2013). Oleh karena itu, penelitian ini menjadi penting dalam melihat strategi adaptasi kelembagaan lokal untuk tata kelola sumberdaya hutan yang berkelanjutan. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan praktis bagi pemerintah selaku pemegang kebijakan untuk dapat memahami masyarakat adat sekitar hutan dengan berbagai kelembagaan tata kelola hutannya, sehingga kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang dibuat oleh pemerintah dapat sinergis dengan kepentingan dan kelembagaan tata kelola hutan menurut masyarakat adat yang sudah ada sejak dulu, sehingga kebijakan pemerintah (kepentingan pemerintah) untuk mengelola dan memanfaatkan hutan tidak bertentangan dengan kepentingan dan kelembagaan Masyarakat lokal dalam mengelola dan memanfaatkan hutan. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana tata kelola sumberdaya hutan menurut masyarakat dengan kelembagaan lokalnya dan menurut pemerintah dalam mewujudkan sumberdaya hutan yang berkelanjutan, dan bagaimana strategi adaptasi masyarakat lokal dalam konteks konflik dan keberlanjutan.

Item Type: Article
Subjects: H Social Sciences > H Social Sciences (General)
Divisions: Sekolah Pascasarjana > Magister Administrasi Publik
Depositing User: Andri Brawijaya
Date Deposited: 09 Jun 2021 06:43
Last Modified: 09 Jun 2021 06:43
URI: http://repository.unida.ac.id/id/eprint/690

Actions (login required)

View Item View Item